agoda

Ritual Mappalili di Rumah Adat Arajang Segeri

Mappalili mempunyai arti memelihara susuatu yang mengganggu ataupun menghancurkannya. Dalam ritual adat Mappalili ada benda pusaka yang dicuci atau dibersihkan setahun sekali, yaitu membajak sawah yang digunakan dalam ritual adat Mappalili. Ritual adat ini dilakukan setiap tahun, dan perayaan dilakukan di rumah adat Arajang, hal ini dimaksudkan untuk menghormati dan menghargai para Dewata yang diyakini sebagai benda pusaka tersebut. 
 
Ritual adat Mappalili memiliki tahapan-tahapan yang telah terintegrasi dengan perkembangan modern, antara lain adanya perubahan waktu dalam proses ritual adat Mappalili, dan kurangnya kepedulian masyarakat terhadap ritual adat yang sejak dulu ada.
Rumah Adat Arajang Segeri
Rumah Adat Arajang Segeri. Dok. Disbudpar Sulsel

Segeri menempati posisi khusus di kalangan bissu Bugis di Sulawesi Selatan. Di Segeri ini terdapat tempat penyimpanan benda pusaka dari peninggalan kerajaan Bugis, atau dikenal sebagai rumah Arajang. Di sinilah para bissu tinggal.

Hanya bissu di Segeri disebut Bissu Dewata. Yang lainnya tidak disebut demikian. Maka dari itulah, jika ada acara kerajaan di kabupaten lain, bissu Segeri yang dipanggil.

Konon, pernah ada cerita mengenai hilangnya benda keramat Kerajaan Bone. Jika tidak ditemukan, malapetaka kelaparan akan menimpa kerajaan. Raja pun memerintahkan 40 bissu mencari benda keramat tersebut. Alkisah, benda itu ditemukan di Segeri.

Tetapi, rakyat setempat tidak mau mengembalikannya ke Bone. Bissu—sebagai penjaga benda pusaka—akhirnya memilih tinggal di tempat itu hingga sekarang untuk menjaga benda yang dikeramatkan.

Benda pusaka itu adalah bajak sawah yang panjangnya hingga 5 meter. Bajak itu tersimpan rapi hingga sekarang yang hanya boleh dikeluarkan untuk upacara adat Mappalili. Ritual ini populer dalam masyarakat budaya Bugis untuk mengawali musim tanam padi di Segeri.

Upacara ini sekaligus sebagai pedoman bagi petani untuk memulai musim tanam. Dulunya, upacara Mappalili di Segeri berlangsung selama 40 hari-40 malam, kemudian berubah 7 hari-7 malam, dan sekarang hanya 3 hari-3 malam saja.

Menurut para bissu, hanya dengan restu Dewata para petani dan masyarakat dapat memperoleh hasil tanam yang baik. Ritual ini dipercaya dapat mendapatkan berkah sehingga hasil panen melimpah. Karena itu, acara Mattesu Arajang dipandang sakral dan terus dilestarikan oleh masyarakat Bugis Pangkep hingga saat ini.

Mattesu Arajang adalah membangunkan alat pembajak yang bertuah untuk mengawali acara Mappalili. Benda yang dibungkus dengan kain putih ini sudah berumur ratusan tahun atau sekitar tahun 1770-an silam. Dan, setiap tahun selalu diadakan ritual pencucian benda bersejarah ini. 
 
Artikel dari berbagai sumber: (Disbudpar Sulsel, Lionmag.id, AntaraNews)

Post a Comment

0 Comments